Minggu, 20 Mei 2012

BAB 49 TAUBAT



1569 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ia berkata,  Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, Sungguh, Allah lebih senang dengan taubat hamba-Nya yang beriman daripada seorang yang berada di tanah tandus yang berbahaya, dia membawa tunggangan yang juga memuat makanan dan minumannya. Lalu dia tidur, dan ketika bangun, tunggangannya itu telah pergi, diapun mencarinya hingga dahaga serasa mencekiknya, kemudian dia mengambil keputusan, aku akan kembali ke tempatku semula, lalu tidur sampai mati. Dia letakkan kepalanya berbantalkan lengannya untuk mati, tetapi begitu dia terbangun, di dekatnya telah ada tunggangannya lengkap dengan semua bekalnya, makanannya dan minumannya. Allah lebih senang dengan taubat seorang hamba mukmin, daripada orang semacam ini yang menemukan kembali tunggangan dan bekalnya

1570 Hadis riwayat Anas bin Malik ra. ia berkata,  Rasulullah saw. bersabda, Allah lebih senang menerima taubat hamba-Nya, daripada seorang yang semula berada di atas punggung untanya melewati tanah yang tandus, lalu unta itu lepas membawa makanan dan minumannya, sehingga putuslah harapannya. Kemudian dia menghampiri sebatang pohon, berbaring di keteduhannya. Dia benar-benar tidak mengharapkan untanya kembali, ketika itulah tiba-tiba dia mendapati untanya berdiri di dekatnya. Dia mengambil tali kekang unta itu, kemudian mengucap karena gembiranya, Ya Allah, Engkau hamba-Ku dan aku Tuhan-mu! dia keliru mengucap, karena terlampau gembira

1571 Hadis riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata,  Nabi saw. bersabda, Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia menulis dalam Kitab-Nya yang berada di sisi-Nya di atas Arsy, Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku

1572 Hadis riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata,  Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah telah menjadikan rahmat seratus bagian, Dia menahan sembilan-puluh sembilan bagian di sisi-Nya dan menurunkan satu bagian ke bumi. Dari satu bagian itu, para makhluk saling berbelas-kasih, sampai-sampai binatang mengangkat kukunya dari anaknya lantaran khawatir akan mengenai anaknya itu

1573 Hadis riwayat Umar bin Khattab ra. ia berkata  Bahwa beberapa orang tawanan dihadapkan kepada Rasulullah saw. Seorang wanita di antara tawanan itu mencari-cari, ketika dia menemukan seorang anak (bayi) di antara para tawanan itu, dia ambil dan dia dekapkan keperutnya untuk dia susui. Melihat itu Rasulullah saw. bersabda kepada kami (para sahabat), Adakah kalian berpendapat wanita ini sampai hati melemparkan anaknya ke dalam api ؟ Kami menjawab, Tidak, demi Allah, sedangkan dia mampu untuk tidak melemparkannya. Rasulullah saw. bersabda, Sungguh, Allah lebih berbelas-kasih kepada para hamba-Nya, ketimbang wanita ini terhadap anaknya

1574 Hadis riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata,  Rasulullah saw. bersabda, Seorang lelaki yang sama sekali tidak pernah melakukan kebaikan berkata kepada keluarganya, apabila dia mati, hendaknya mereka membakarnya, kemudian menghamburkan sebagian abunya di darat dan sebagian lagi di lautan. Demi Allah! Jika sekiranya Allah menakdirkan menyiksanya, tentu Dia akan menyiksanya dengan siksa yang tidak pernah dia timpakan kepada seorangpun di antara orang-orang di dunia. Kebetulan, ketika orang itu mati keluarganya melaksanakan apa yang diperintahkan. Lalu Allah memerintahkan daratan untuk mengumpulkan hamburan abu jenazah orang itu yang ada di daratan, dan memerintahkan lautan untuk mengumpulkan tebaran abu jenazah orang itu yang ada di lautan. Kemudian Allah berfirman, Mengapa engkau lakukan hal itu ؟ orang itu menjawab, Karena takut kepada-Mu, wahai Tuhan-ku! dan Engkau lebih tahu hal itu. Lalu Allah mengampuni orang tersebut

1575 Hadis riwayat Abu Said Al Khudri ra. ia berkata,  Nabi saw. bercerita, Seorang lelaki di kalangan umat sebelum kalian telah diberi harta dan anak oleh Allah. Dia berpesan kepada anaknya, Kalian boleh pilih, kalian laksanakan apa yang kuperintahkan kepada kalian, atau warisanku akan kualihkan kepada orang lain. Apabila aku mati, maka bakarlah jenazahku, dan sejauh pengetahuanku orang itu lalu berkata, Kemudian tumbuklah jenazahku sampai halus dan hamburkanlah pada hembusan angin. Karena, aku tidak pernah melakukan kebaikan di sisi Allah, sedangkan Allah kuasa untuk menyiksaku. Anak-anaknyapun melaksanakan perintah itu. Demi Tuhan! Allah berfirman (kepada orang itu), Apa yang membuatmu berbuat demikian ؟ Orang itu menjawab, Karena takut kepada-Mu. Jadi, alasan perbuatannya itu tiada lain hanyalah karena takut kepada Allah

1576 Hadis riwayat Abu Hurairah ra.  dari Nabi saw. tentang apa yang beliau ceritakan dari Allah swt. beliau bersabda, Seorang hamba melakukan dosa, lalu mengucap,
اللهم اغفرلى ذنبى
Ya Allah, ampunilah dosaku. Allah Taala berfirman, Hamba-Ku berbuat dosa, tetapi dia tahu bahwa dia mempunyai Tuhan yang mau mengampuni dosa, atau menghukum sebab dosa itu. Kemudian orang itu mengulangi berbuat dosa, lalu mengucap sesudah itu, Wahai Tuhan-ku, ampunilah dosaku. Allah Taala berfirman, Hamba-Ku berbuat dosa, tetapi dia tahu bahwa dia mempunyai Tuhan yang bisa mengampuni dosa, atau menghukum sebab dosa itu. Kemudian orang itu melakukan dosa lagi, lalu mengucap, Wahai Tuhan-ku, ampunilah dosaku. Allah Taala berfirman, Hamba-Ku berbuat dosa, tetapi dia tahu bahwa dia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa atau menghukum sebab dosa itu. Berbuatlah sesukamu, Aku benar-benar telah mengampunimu (selama engkau berdosa, lalu bertaubat)

1577 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra. ia berkata,  Rasulullah saw. bersabda, Tak seorangpun lebih menyukai pujian daripada Allah. Karena itulah dia memuji Zat-Nya sendiri. Dan tak seorangpun lebih cemburu daripada Allah, itulah sebabnya dia mengharamkan perbuatan keji

1578 Hadis riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata,  Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya Allah itu cemburu dan orang yang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah, yaitu jika orang mukmin melakukan apa yang telah dia haramkan

1579 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra. ia berkata,  Seorang lelaki telah mencium seorang perempuan, kemudian datang kepada Nabi saw. menuturkan hal itu kepada beliau. Maka turunlah ayat,
أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل إن الحسنات يذهبن السيئات ذالك  ذكرى للذاكرين           
Artinya, "Dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus dosa perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang mau ingat." lelaki itu bertanya, Apakah ayat ini untukku, wahai Rasulullah ؟ Rasulullah saw. bersabda, Untuk siapa saja di antara umatku yang melakukan hal itu

1580 Hadis riwayat Anas ra. ia berkata,  Seorang lelaki datang kepada Nabi saw. lalu berkata, Ya Rasulullah! Aku terkena had (hukuman melanggar larangan), laksanakanlah kepadaku! Belum lagi Rasulullah saw. sempat menjawab, waktu salat tiba. Orang itupun melakukan salat bersama Rasulullah saw. Setelah menyelesaikan salat, kembali orang itu berkata, Ya Rasulullah! Aku terkena had. Laksanakanlah kepadaku ketetapan Allah! Rasulullah saw. bertanya, Apakah engkau ikut melakukan salat bersamaku ؟ orang itu menjawab, Ya! Rasulullah saw. bersabda, Engkau telah diampuni

1581 Hadis riwayat Abu Said Al Khudri ra. ia berkata,  Nabi saw. bersabda, Di kalangan orang-orang sebelum kalian, ada seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling berilmu. Dia ditunjukkan kepada seorang rahib (pendeta), diapun mendatangi rahib tersebut dan mengatakan, bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah dia boleh bertaubat (dan diterima taubatnya) ؟ Rahib itu menjawab, Tidak! Mendengar jawaban rahib itu, dia segera membunuhnya, sehingga lengkaplah seratus orang yang telah dia bunuh. Kemudian dia bertanya-tanya lagi tentang penduduk bumi yang paling pintar. Ada yang menunjukkan kepada seorang yang alim (pandai). Dia datangi orang pandai itu dan mengatakan, bahwa dirinya telah membunuh seratus orang. Apakah dia masih layak bertaubat ؟ Orang alim itu menjawab, Ya! Siapa yang bisa menghalangi antara dia dengan taubat ؟ Pergilah ke negeri Anu. Di sana, orang-orang beribadah kepada Allah. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka, jangan pulang ke negerimu, karena negerimu itu negeri yang jelek. Orang itu berangkat, sampai ketika dia sampai di pertengahan jalan, maut menjemputnya. Malaikat rahmat dan malaikat azab (siksa) saling berbantah mengenainya. Malaikat rahmat berkata, dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah, sementara itu malaikat azab mengatakan, dia belum sempat melakukan perbuatan baik sama sekali. Lalu datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia. Malaikat-malaikat yang sedang berbantah itu mengangkatnya sebagai penengah di antara mereka. Malaikat dalam bentuk manusia itupun berkata, Ukurlah jarak di antara dua negeri. Ke negeri mana dia lebih dekat, maka ke sanalah dia digolongkan. Para malaikat itu mengukurnya. Ternyata mereka dapatkan orang itu lebih dekat ke negeri yang dituju (negeri yang baik, tempat beribadah), maka malaikat rahmatlah yang berhak mengambilnya

1582 Hadis riwayat Aisyah ra, istri Nabi saw.  Bahwa dia berkata, Rasulullah saw. biasanya bila hendak bepergian, mengundi di antara istri beliau. Siapapun di antara mereka yang keluar undiannya, dialah yang ikut bepergian bersama Rasulullah saw. Aisyah berkata, Rasulullah saw. mengundi di antara kami (para istri), siapa yang akan menyertai beliau dalam suatu medan perang. Ternyata namakulah yang keluar, maka aku berhak menyertai Rasulullah saw. Itu terjadi sesudah ayat hijab (Surat Al Ahzab, ayat 53). Aku dibawa dalam sekedup dan ditempatkan di sana selama perjalanan kami. Ketika Rasulullah saw. telah selesai berperang dan pulang, serta kami telah dekat dengan Madinah pada waktu malam beliau mengumumkan untuk berangkat (sesudah berhenti sebentar). Pada saat keberangkatan diumumkan, aku bangkit (pergi buang air) berjalan hingga melewati pasukan. Setelah selesai, aku kembali ke tempat. Tatkala aku meraba dadaku, ternyata kalungku yang terbuat dari berlian Dhifar putus. Akupun kembali untuk mencarinya, sehingga aku tertahan. Sementara itu, beberapa orang yang bertugas mengangkat sekedupku ke atas unta, datang dan segera mengangkat sekedup ke unta yang tadinya kutunggangi. Mereka mengira, aku berada di dalamnya. Memang, wanita pada waktu itu enteng-enteng dan bertubuh langsing. Mereka hanya makan sedikit. Karena itu, orang-orang tidak begitu merasakan berat sekedup, ketika mereka mengangkatnya ke atas unta. Apalagi aku adalah seorang perempuan belia, merekapun membangkitkan unta dan berjalan. Aku temukan kalungku, sesudah seluruh pasukan berangkat. Aku datang ke tempat perhentian mereka, namun tak seorangpun kutemukan di sana. Lalu aku menuju ke tempatku tadi, dengan harapan rombongan akan merasa kehilangan dan kembali mencariku. Ketika aku sedang duduk di tempatku, kantuk menyerangku dan akupun teridur. Kebetulan Sofwan bin Muattal As Sulami Az Dzakwani tertinggal dari pasukan karena suatu halangan, dia berangkat di akhir malam dan pada pagi hari sampai ke tempatku. Dia melihat ada bayangan manusia sedang tidur. dia mendatangiku dan mengenaliku setelah melihatku, dia memang pernah melihatku sebelum hijab diwajibkan. Aku terbangun oleh ucapannya, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, pada saat dia mengenaliku. Aku segera menutupi wajahku dengan kerudungku. Demi Allah! dia tidak berbicara kepadaku satu katapun dan aku tidak mendengar dia mengucapkan satu kalimatpun selain ucapannya inna lillahi wa ilaihi rajiun. Kemudian dia menderumkan untanya dan memijak kakinya, sehingga aku dapat menaikinya. Lalu dia menuntun unta, hingga kami dapat menyusul pasukan yang sedang berteduh di tengah hari. Maka celakalah orang yang menuduhku yang bukan-bukan, seperti fitnah yang dilancarkan oleh Abdullah bin Ubai bin Salul. Setelah sampai di Madinah, aku sakit selama sebulan. Sementara itu, orang-orang tenggelam dalam fitnah pembuat cerita bohong. Tetapi, aku sendiri tidak mengetahui sedikitpun tentang hal itu. Yang membuatku gelisah dalam sakitku, adalah bahwa aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah saw. yang biasanya kurasakan ketika aku sakit. Rasulullah saw. hanya masuk, mengucap salam, kemudian bertanya, Bagaimana keadaanmu ؟ Hal itu membuatku gelisah, tetapi aku tidak merasakan adanya keburukan, sampai sesudah agak sembuh aku keluar bersama Ummi Mistah ke arah Manashi` (tempat buang air di luar Madinah). Kami hanya keluar pada malam hari dan itu terjadi sebelum kami membuat jamban di dekat rumah kami. Itulah kebiasaan kami orang Arab yang pertama dalam buang air. Kami merasa terganggu dengan dibuatnya jamban di dekat rumah kami. Aku berangkat dengan Ummi Mistah. Dia adalah anak putri Abu Ruhm bin Muttalib bin Abdi Manaf. Ibunya adalah putri Shakher bin Amir, bibi Abu Bakar Siddik. Anaknya bernama Mistah binti Utsatsah bin Abbad bin Muttalib. Aku dan putri Abi Ruhem berjumpa di saat sedang menuju ke arah rumahku sesudah selesai buang air, ketika Ummi Mistah terpeleset dalam pakaian bulu yang dibelitkan ke tubuhnya, dengan latah dia mengucap, Celaka Mistah. Aku berkata kepadanya, Betapa buruk apa yang kau ucapkan. Mengapa engkau memaki orang yang telah ikut serta dalam perang Badar ؟ Ummi Mistah berkata, Wahai junjunganku, tidakkah engkau mendengar apa yang dia katakan ؟ Aku menjawab, Memangnya apa yang dia katakan ؟ Ummi Mistah menceritakan kepadaku tuduhan tukang membuat cerita bohong. Mendengar cerita itu, rasanya sakitku menjadi bertambah-tambah. Setibanya di rumah, Rasulullah saw. masuk menjengukku. Beliau mengucap salam, kemudian bertanya, Bagaimana keadaanmu ؟ Aku berkata, Apakah engkau mengizinkan aku datang kepada kedua orang tuaku ؟ Pada saat itu aku ingin meyakinkan kabar itu dari kedua orang tuaku. Begitu Rasulullah saw. memberiku izin, akupun segera pergi ke rumah orang tuaku. Sesampai di sana, aku bertanya kepada ibu, Wahai ibuku, apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai diriku ؟ Ibu menjawab, Wahai anakku! Tabahkanlah hatimu! Demi Allah, jarang sekali ada wanita cantik di samping suami yang mencintainya dan mempunyai beberapa madu, kecuali pasti banyak omongan jelek dilontarkan kepadanya. Aku berkata, Maha suci Allah! Apakah sampai setega itu orang-orang membicarakan aku ؟ Aku menangis malam itu. Sampai pagi air mataku tidak berhenti mengalir dan aku tidak tidur sekejappun. Pada pagi harinya, aku masih saja menangis. Beberapa waktu kemudian Rasulullah saw. memanggil Ali bin Abi Talib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya, ketika wahyu tidak kunjung turun. Usamah bin Zaid memberikan pertimbangan kepada Rasulullah saw. sesuai dengan kebaikan keluarga Nabi saw. yang dia ketahui dan cinta yang dia rasakan terhadap mereka. Ia berkata, Ya Rasulullah, mereka adalah keluargamu dan yang kami tahu hanyalah kebaikan. Sedangkan Ali bin Abi Talib berkata, Allah tidak membuatmu sempit. Wanita selain dia (Aisyah) banyak. Jika engkau bertanya kepada jariyah itu (pembantu rumah-tangga Aisyah) tentu dia akan memberimu keterangan yang benar. Lalu Rasulullah saw. memanggil Barirah (jariyah yang dimaksud) dan bertanya, Hai Barirah! Apakah engkau pernah melihat sesuatu yang membuatmu ragu tentang Aisyah ؟ Barirah menjawab, Demi Zat yang telah mengutusmu membawa kebenaran! Jika aku melihat sesuatu padanya, tentu aku tidak akan menyembunyikannya. Dia tidak lebih hanyalah seorang perempuan muda yang masih suka tertidur di samping adonan roti keluarganya dan membiarkan kambing memakan adonan itu. Kemudian Rasulullah saw. berdiri di atas mimbar, meminta bukti dari Abdullah bin Ubai bin Salul. Di atas mimbar itu, Rasulullah saw. bersabda, Wahai kaum muslimin! Siapakah yang mau menolongku dari orang yang telah sampai hati melukai hati keluarga rumahku ؟ Demi Allah! yang kuketahui pada keluargaku hanyalah kebaikan. Orang-orang juga telah menyebut-nyebut seorang lelaki yang kuketahui baik. Dia tidak pernah masuk menemui keluargaku (istriku) kecuali bersamaku. Maka berdirilah Saad bin Muaz Al Anshari seraya berkata, Aku yang akan menolongmu dari orang itu, wahai Rasulullah. Jika dia dari golongan Aus, aku akan memenggal lehernya. dan kalau dia termasuk saudara kami dari golongan Khazraj, maka engkau dapat memerintahku dan aku akan melaksanakan perintahmu. Mendengar itu, berdirilah Saad bin Ubadah. dia adalah pemimpin golongan Khazraj dan seorang lelaki yang baik, tetapi terkadang dibutakan oleh harga dirinya yang berlebihan. Dia berkata tertuju kepada Saad bin Muaz, Engkau bohong! Demi Allah, engkau tidak akan membunuhnya dan tidak mampu untuk membunuhnya! Lalu Usaid bin Hudair saudara sepupu Saad bin Muaz, berdiri dan berkata kepada Saad bin Ubadah, Engkau bohong! Demi Allah, kami pasti akan membunuhnya! Engkau adalah orang munafik yang memperdebatkan tentang orang-orang munafik. Maka terjadilah pertengkaran antara golongan Aus dan Khazraj, hampir saja mereka saling bunuh-bunuhan, padahal Rasulullah saw. masih berdiri di atas mimbar. Terus-menerus Rasulullah saw. menenangkan mereka, hingga mereka diam dan Rasulullah saw. diam. Sementara itu, Aku menangis sepanjang hari itu. Air mataku tidak berhenti mengalir dan tidak sekejappun aku tertidur. Aku masih saja menangis pada malam berikutnya. Air mataku tidak berhenti mengalir dan juga tidak tidur. Kedua orang-tuaku mengira, bahwa tangisku itu akan membelah jantungku. Ketika kedua orang tuaku sedang duduk menungguiku menangis, datanglah seorang perempuan Ansar meminta izin menemuiku. Aku memberinya izin. Lalu diapun duduk sambil menangis. Pada saat kami sedang dalam keadaan demikian, Rasulullah saw. masuk. Beliau memberi salam, lalu duduk. Beliau belum pernah duduk di dekatku, sejak ada tuduhan yang bukan-bukan kepadaku itu, padahal sebulan telah berlalu tanpa ada wahyu turun kepada beliau mengenai persolanku. Rasulullah saw. mengucap syahadat pada waktu duduk, kemudian bersabda, Selanjutnya. Hai Aisyah! Sesungguhnya telah sampai kepadaku bermacam perkataan tentang dirimu. Jika engkau memang bersih, Allah pasti akan membersihkanmu, tetapi kalau engkau bersalah, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Sebab, bila seorang hamba mengaku berdosa, kemudian bertaubat, tentu Allah akan menerima taubatnya. Begitu Rasulullah saw. selesai berbicara, air mataku mendesak lagi, hingga tak terasa air mataku menitik. Lalu aku berkata kepada ayahku, Jawablah untukku kepada Rasulullah saw. mengenai apa yang beliau katakan. Ayahku menyahut, Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah saw. Kemudian aku berkata kepada ibuku, Jawablah untukku kepada Rasulullah saw.! Ibuku juga berkata, Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah saw. Maka akupun berkata, Aku adalah seorang perempuan muda usia. Aku tidak banyak membaca Al Qur`an. Demi Allah! Aku benar-benar tahu, bahwa kalian telah mendengar semua ini, hingga tetaplah di hati kalian, bahkan kalian mempercayainya. Jika aku katakan kepada kalian, bahwa aku bersih dan Allah-pun tahu bahwa aku bersih, mungkin kalian tidak juga mempercayaiku. Kalau sekiranya aku mengakui sesuatu kasus kepada kalian, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tentu kalian akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan yang tepat bagiku dan bagi kalian, kecuali sebagaimana dikatakan oleh ayah Nabi Yusuf,
فصبر جميل والله المستعان على ما تصفون   
(Kesabaran yang baik itulah kesabaranku, Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan). Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku. Demi Allah! Pada saat itu aku yakin diriku bersih dan Allah akan menunjukkan kebersihanku. Tetapi, sungguh aku tidak berharap wahyu akan diturunkan berkenaan dengan persoalanku. Aku kira persoalanku terlalu remeh untuk dibicarakan oleh Allah swt. dengan wahyu yang diturunkan. Namun, aku berharap Rasulullah saw. akan melihat -dalam mimpi- Allah membersihkanku dari fitnah itu. Rasulullah saw. belum lagi meninggalkan tempat duduknya dan tak seorangpun dari isi rumah ada yang keluar, ketika Allah swt. menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Tampak Rasulullah saw. merasa kepayahan seperti biasanya bila beliau menerima wahyu, hingga bertetesan keringat beliau bagaikan mutiara, di musim dingin, lantaran hebatnya firman yang diturunkan kepada beliau. Ketika keadaan yang demikian telah hilang dari Rasulullah saw. (wahyu telah selesai turun), maka sambil tertawa perkataan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, Bergembiralah, wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah telah membersihkanmu! Lalu ibuku berkata kepadaku, Bangunlah! Sambutlah beliau! Aku menjawab, Demi Allah! Aku tidak akan bangun menyambut beliau. Aku hanya akan memuji syukur kepada Allah. Dia-lah yang telah menurunkan ayat Al Qur`an yang menyatakan kebersihanku. Allah swt. menurunkan ayat,  منكم عصبة  بالإفك جاؤوا الذين إن      (Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga), dan sepuluh ayat berikutnya. Allah menurunkan ayat-ayat tersebut yang menyatakan kebersihanku. Abu Bakar yang semula selalu memberi nafkah kepada Mistah karena kekerabatan dan kemiskinannya, pada saat itu mengatakan, Demi Allah! Aku tidak akan memberikan nafkah kepadanya sedikitpun selamanya, sesudah apa yang dia katakan terhadap Aisyah. Sebagai teguran atas ucapan itu, Allah menurunkan ayat selanjutnya ayat,  القربي أولي يؤتوا أن والسعة منكم الفضل أولوا يأتل ولا   /23 sampai pada firman-Nya /23  لكم الله يغفرأن ألا تحبون    (Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian, bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat mereka, orang-orang miskin), sampai pada firman Allah (Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian). (Hibban bin Musa berkata, Abdullah bin Mubarak berkata, Ini adalah ayat yang paling aku harapkan dalam Kitab Allah) Maka berkatalah Abu Bakar, Demi Allah! Tentu saja aku sangat menginginkan ampunan Allah. Selanjutnya dia (Abu Bakar) kembali memberikan nafkah kepada Mistah seperti sediakala dan berkata, Aku tidak akan berhenti memberinya nafkah selamanya. Aisyah meneruskan, Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy -istri Nabi saw.- tentang persoalanku, Apa yang kau ketahui ؟ Atau Apa pendapatmu ؟ Zainab menjawab, Ya Rasulullah! Aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku (dari hal-hal yang tidak layak). Demi Allah! yang kuketahui hanyalah kebaikan. Aisyah berkata, dialah Zainab yang membanggakanku di antara para istri Nabi saw. Allah menganugerahinya dengan sikap wara (menjauhkan diri dari maksiat dan perkara yang meragukan). Saudari perempuannya, yaitu Hamnah binti Jahsy, bertolak-belakang dengannya (yakni ikut menyebarkan apa yang dikatakan oleh pembuat cerita bohong). Maka celakalah orang yang celaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar